Rabu, 30 Maret 2011

Perikatan Dan Perjanjian

Pengertian perikatan.
Perikatan adalah hubungan hukum yang terletak dalam lapangan harta
kekayaan antara satu orang/lebih dengan satu orang lain/lebih, dimana pihak yang satu adanya prestasi diikuti kontra prestasi dari pihak lain.
Perikatan seperti dimaksud di atas paling banyak dilahirkan dari suatu peristiwa dimana dua orang atau pihak saling menjanjikan sesuatu. Peristiwa demikian paling tepat dinamakan perjanjian yaitu suatu peristiwa yang berupa suatu rangkaian janji-janji. Hubungan antara perikatan dengan perjanjian sangat erat sekali.
Perikatan itu dilahirkan dari suatu perjanjian, dengan kata lain perjanjian adalah sumber dari perikatan disamping sumber lain yang juga bisa melahirkan perikatan. sumber lain tersebut yaitu undang-undang.
Perikatan dan perjanjian memiliki persamaan dan perbedaan.
Perbedaannya yaitu :
No. Perikatan Perjanjian
1 Hukum Perikatan hanya ada dalam
Ilmu Pengetahuan khususnya
dalam hukum hukum perjanjian.
Batasannya ada dalam pasal
1313 KUH Perdata.
2 Karena merupakan suatu
hubungan hukum maka sifatnya
abstrak.
Karena merupakan
perbuatan hukum maka
sifatnya konkret.
Sebagaimana tertera di atas, suatu perikatan adalah suatu pengertian
abstrak (dalam arti tidak dapat dilihat dengan mata), maka suatu perjanjian
adalah suatu peristiwa atau kejadian yang konkret. Misalnya : Perjanjian jual
beli, merupakan konkretisasi dari perikatan yang berwujud dari perjanjian.
Sedangkan persamaa antara perikatan dengan perjanjian adalah :
Keberadaan antara pihak-pihak, baik perikatan maupun perjanjian minimal
2 pihak.
Baik perikatan maupun perjanjian berada dalam lingkup harta kekayaan.




B. Pengertian Perjanjian
Pasal 1313 KUH Perdata memberikan definisi mengenai perjanjian.
Perjanjian adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih engikatkan
dirinya terhadap satu orang atau lebih.
Mengenai definisi tersebut di atas banyak mengandung kelemahankelemahan.
Adapunkelemahan-kelemahan tersebut adalah :
- Hanya menyangkut perjanjian sepihak saja.
Di sini dapat diketahui dari rumusan ”satu orang atau lebih mengikatkan
dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya”, kata ”mengikatkan”
merupakan kata kerja yang sifatnya hanya datang dari satu pihak saja tidak
dari kedua belah pihak. Sedangkan maksud dari perjanjian itu
mengikatkan diri dari kedua belah pihak, sehingga nampak adanya
konsensus/kesepakatan antara kedua belah pihak yang membuat
perjanjian.
- Kata perbuatan mencakup juga tanpa konsensus/kesepakatan.
Dalam pengertian perbuatan termasuk juga tindakan melaksanakan tugas
tanpa kuasa dan perbuatan melawan hukum. Dari kedua hal tersebut
merupakan tindakan/perbuatan yang tidak mengandung adanya konsensus.
Perbuatan itu sendiri pengertiannya sangat luas, karena sebetulnya maksud
perbuatan yang ada dalam rumusan tersebut adalah perbuatan hukum.
- Pengertian perjanjian terlalu luas.
Untuk pengertian perjanjian disini dapat diartikan juga pengertian
perjnajian yang mencakup melangusngkan perkawinan, janji kawin.
Padahal perkawinan sendiri sudah diatur tersendiri dalam hukum keluarga,
yang menyangkut hubungan lahir batin. Sedang yang dimaksudkan
perjanjian dalam pasal 1313 KUH Perdata adalah hubungan antara debitur
dan kreditur. Hubungan antara debitur dan kreditur terletak dalam
lapangan harta kekayaan saja.
- Tanpa menyebut tujuan.
Dalam rumusan pasal itu tidak disebutkan apa tujuan untuk mengadakan
perjanjian sehingga pihak-pihak mengikatkan dirinya itu tidaklah jelas
maksudnya untuk apa.
Atas dasar alasan-alasan tersebut di atas maka rumusannya menjadi,
perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling
mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta
kekayaan.
Selanjutnya untuk adanya suatu perjanjian dapat diwujudkan dalam
dua bentuk yaitu perjanjian yang dilakukan dengan tertulis dan perjanjian
yang dilakukan cukup secara lisan. Untuk kedua bentuk tersebut memiliki
kekuatan yang sama kedudukannya untuk dapat dilaksanakan oleh para pihak.
Hanya saja bila perjanjian dibuat dengan tertulis dapat dengan mudah dipakai
sebagai alat bukti bila sampai terjadi perselisihan. Bila bentuk perjanjian
dengan lisan dan terjadi perselisihan maka akan sulit pembuktiannya.
Disamping harus dapat menunjukkan saksi-saksi, juga itikad baik pihak-pihak
diharapkan.

C. Syarat Sahnya Perjanjian
Meskipun hukum perjanjian menganut sistem terbuka, dalam arti
bahwa orang bebas untuk mengadakan perjanjian tidak terikat pada ketentuanketentuan
yang telah ada, namun syarat sahnya perjanjian yang dikehendaki
itu haruslah dipenuhi agar berlakunya perjanjian tanpa cela.
Pasal 1320 KUH Perdata menentukan bahwa untuk sahnya perjanjian
diperlukan empat syarat yaitu :
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.
2. Cakap untuk membuat perikatan
3. Suatu hal tertentu
4. Suatu sebab atau causa yang halal.
Syarat pertama dan syarat kedua menyangkut subjeknya, sedangkan
syarat ketiga dan keempat mengenai objeknya. Syarat pertama dan syarat
kedua termasuk dalam syarat subjektif yaitu : Kesepakatan dan Kecakapan.
Akibat hukum tidak dipenuhinya syarat subjektif yaitu perjanjian tersebut
dapat dibatalkan. Sedangkan syarat ketiga dan syarat keempat adalah syarat
objektif. Yang termasuk kedalam syarat objektif adalah suatu hal tertentu dan
Suatu sebab yang halal. Tidak dipenuhinya syarat objektif dalam suatu
perjanjian mengakibatkan perjanjian tersebut batal demi hukum.
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.
Untuk adanya perjanjian dalam arti sah berlakunya, unsur kesepakatan
atau kehendak para pihak empunyai arti penting. Akan tetapi untuk dapat
menentukan saat kapan terjadinya persesuaian kehendak para pihak
tidaklah mudah, karena mungkin para pihak tempatnya saling berjauhan
antara satu kota dengan kota lain, bahkan mungkin antar negara.
Oleh karena itu untuk
menentukan saat terjadinya perjanjian dalam arti adanya persesuaian
kehendak ada beberapa teori :
a). Teori Penerimaan (ontvangstheorie)
b). Teori Pernyataan (unitingstheorie).
c). Teori Pengiriman (verzendtheorie).
d). Teori Pengetahuan (vernemingstheorie).
e). Teori Pengetahuan Yang Obyektif (geobjectiverde vernemingstheorie).
f). Teori Kepercayaan (vertrouwenstheorie).
g). Teori Kehendak (wilstheorie)

D. Bagian-bagian (Unsur) Perjanjian
Dilihat dari syarat sahnya perjanjian seperti yang tertera dalam Pasal
1320 KUH Perdata, maka Asser memisahkan dalam dua bagian yaitu bagian
inti/pokok dan bagian yang bukan pokok. Bagian pokok disebut essensialia
dan bagian yang tidak pokok dinamakan naturalia serta aksidentalia.
Essensialia merupakan bagian dari perjanjian dimana tanpa bagian
tersebut perjanjian tidak memenuhi syarat atau dengan kata lain bagian
tersebut harus/mutlak ada. Dalam jual beli bagian essentialia adalah harga.
Tanpa adanya harga, perjanjian tidak mungkin ada.
Naturalia merupakan bagian yang oleh undang-undang ditentukan
sebagai peraturan yang bersifat mengatur. Misalnya dalam jual beli unsur
naturalianya terletak pada kewajiban penjual untuk menjamin adanya cacad
tersembunyi.
Aksidentalia merupakan bagian yang oleh para pihak dalam membuat
perjanjian ditambahkan sebagai undang-undang bagi para pihak, karena tidak
ada aturannya dalam undang-undang. Misalnya dalam perjanjian jual beli
mobil beserta dengan perlengkapan yang ditambahkan, seperti tape, AC, dan
sebagainya.

E. Subjek Perjanjian
Mengenai subyek perjanjian dengan sendirinya sama dengan subyekb
perikatan yaitu kreditur dan debitur yang merupakan subyek aktif dan subyek
pasif. Adapun kreditur maupun debitur tersebut dapat orang perseorangan
maupun dalam bentuk badan hukum.
KUH Perdata membedakan dalam tiga golongan untuk berlakunya
perjanjian : (1) perjanjian berlaku bagi para pihak yang membuat perjanjian,
(2) perjanjian berlaku bagi ahli waris dan mereka yang mendapat hak, (3)
perjanjian berlaku bagi pihak ketiga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar